Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2015

Semester (ter)Pendek Sepanjang Masa

Tanggal : 8 Februari-18 Februari 2015 Pukul    : 06.30-22.00 WIB Ruang   : 204  Mata Kuliah : - Ilmu Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Ilmu Komunikasi - Sosiologi - Ekonomi - Manajemen - Geografi - Sejarah - Psikologi - Bahasa Indonesia - Bahasa Daerah - Bahasa Arab - Fikih - Akidah Akhlak - Quran Hadits - Tata Boga - Administrasi - Pemasaran Kapasitas Peserta : 3++ Sepuluh hari terakhir gue menghabiskan waktu di ruang 204.  Di sana, gue banyak dapat pelajaran luar biasa yang kadang bikin takjub, senang, bingung, takut, heran, malu atau malah ketampar. Sebut gue norak atau apa pun, tapi gue beneran dapat banyak hikmah 'terjebak' di dalam sana. Nggak perlu uang atau buku. Cukup modal sabar, ikhlas, tanggap, buka mata, buka telinga, buka hati, sama norak sedikit (apresiasi kejadian atau hal positif sekecil apa pun). Udah. Sekarang, kelas favorit gue bukan lagi H104 atau H3, tapi 204. :)) Inti dari sekian banyak pelajaran yang gue dapat adalah lakuka

Tuan Menang Banyak (2)

Dua bulan berlalu sejak papan nama bertuliskan namaku bertengger di meja. Sejak itu, kau tak pernah luput menyebut namaku di ujung ucapan terima kasih atau permintaantolongmu. Seperti biasa, aku hanya membalas dengan "Iya, Mas," atau "Sama-sama, Mas".  Agar sopan dan karena aku tak tahu harus memanggilmu siapa, Tuan. Hingga sore itu datang. Tepat pukul 15.00. Kau keluar dari ruangan. "Tolong nomer 37, Mbak Putri." Tuan, tanpa kau sebutkan nomer lokermu, aku tahu di loker mana ransel, jaket, dan helmmu tersimpan.   Tuan, hampir lima menit dan kau masih berdiri di depan meja sambil sesekali mengecek ponsel. Apa masih ada barang yang tertinggal di dalam loker, Tuan? "Oh, nggak, Mbak. Gue lagi nunggu temen nih, orangnya belum dateng. Eh iya, di sini ada colokan nggak, Mbak? Hehe mau numpang ngecas hape sebentar, Mbak. Hape gue lowbat. Takutnya temen gue nyasar terus nggak bisa ngubungin gue kalau hape mati." Sementara ponselmu dicas,

Tuan Menang Banyak

Jam menunjukkan pukul 09.15, waktu dimana kau biasanya muncul di sini dengan mata berkantung dan berlingkar hitam, seperti saat ini. Mungkin kau tidur larut setiap malam sampai-sampai matamu tak terbuka lebar meski mentari sudah cukup terang bersinar. Aku heran, kalau kau memang masih mengantuk, mengapa kau selalu datang di jam yang sama? Mengapa tidak sesekali kau undur waktumu ke mari untuk sekadar menambah waktu tidurmu barang 30 menit? Tidak ada yang menghukummu kalau kau datang lebih siang dari ini, Tuan. Wah, lihat! Pagi ini ranselmu berwarna biru. Ransel baru ya, Tuan? Akhirnya kau mengganti ransel hitammu. Bukannya aku bosan dengan ransel hitammu, hanya saja aku gemas melihat lubang yang menganga di bagian bawah kiri ransel itu. Kalau buku catatan kecilmu jatuh di jalan, bagaimana? Tuan, aku tak tahu apa isi buku kecilmu itu. Aku hanya tahu setiap ke sini kau selalu membawa buku itu. Sampul buku itu berwarna oranye dengan gambar pohon di sampul depan dan sebuah stiker

(Maunya) Kado Ultah ke-21 Nanti

Gambar
Sore tadi seorang sahabat bergurau bahwa untuk ulang tahun gue tahun ini dia akan membawakan si X (nama disamarkan) sebagai kado ulang tahun. Awalnya gue cuma ketawa, tapi nggak lama gue jadi sedih (lagi baper emang hari ini). Gue sedih karena ucapan dia bikin gue jadi keingetan tiga orang sahabat gue. Ismi, Syarifah, Alfia. Ismi, Syarifah, Alfi merupakan sahabat gue sewaktu bersekolah di SD Negeri Pondok Terong 01. Gue kenal mereka dari semester dua kelas 3 sampai akhir kelas 4 SD. Waktu itu gue anak baru di sekolah itu, tapi mereka dan anak-anak lain ramah banget nyambut kehadiran gue. Nggak butuh waktu lama buat gue bisa berbaur, dekat, dan terbuka sama mereka. Padahal, di sekolah sebelumnya gue agak tertutup dan jarang main sama anak-anak lain meski udah tiga tahun kenal. Sayangnya, komunikasi kita putus sejak gue pindah rumah dan pindah sekolah pas kelas 5. Bocah seumuran kita pada saat itu nggak punya handphone , media sosial juga belum seheboh sekarang. Ditambah di rumah ba