Lelaki yang Kami Banggakan
Dia yang saat kecil lebih sering di sawah daripada di bangku sekolah. Membantu orang tua menanam padi atau mengangon kambing. Dia yang tak pernah lulus SD karena di usianya yang ke dua belas memilih ikut kakaknya berdagang di ibu kota. Dia yang pandai mengelola uang sejak remaja. Saat remaja, hasil jualan ia tabung dengan rumus 1/3. Sepertiga untuk hidupnya sehari-hari, sepertiga untuk orang tuanya, dan sepertiga untuk mewujudkan cita-citanya; pergi haji. Impiannya itu terwujud sesaat sebelum ia menikah. Dia yang saat muda rajin mengikuti pengajian di masjid-masjid. Sampai suatu hari ia nekat menghampiri gurunya, seorang ulama yang cukup disegani, untuk meminta dicarikan calon istri. Saat itu umurnya 24 tahun. Entah apa yang membuat gurunya sepercaya itu pada sosoknya, tak tanggung-tanggung ia dikenalkan dengan keponakan sang guru. Dia yang saat itu tidak mudah menyerah dengan sikap tak acuh keponakan sang guru. Dia, yang entah dengan ilmu apa pada akhirnya